Hadits-hadits mengenai Adzan (2)
Adzan 2 kali , pada hari Jumat :Adzan dua kali di hari Jum’at adalah itba’ (mengikuti) Usman bin Affan رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, dan bukan bid’ah (dhalalah), karena ada dalil :
عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Dari Zuhry berkata, “saya mendengar Saib bin Yazid, ia mengatakan:’Sesungguhya adzan hari Jum’at itu awalnya ketikaimam telah duduk di atas mimbar, ini terjadi pada zamanRasulullah, Abu Bakar, dan umar, Ketika zaman Khalifah Usman, mereka memperbanyaknya atas perintah Usman bin Affan, bahwa di hari Jum’at dilaksanakan adzan ketiga, kemudian dilaksanakan adzan di Zaura’, dun ketetapan itu sampai sekarang.” (Shahih Bukhari)
Mengumandangkan adzan ketika jenazah dikuburkan terdapat dua pendapat, yang pertama tidak men-sunnah-kan adzan ketika jenazah dikuburkan, pendapat yang kedua men-sunnah-kan. Namun, ketika jenazah dikuburkan itu bersamaan dengan adzan yang dikumandangkan, maka jenazah diringankan dari pertanyaan di alam kubur. Mengenai apa yang dikumandangkan itu adzan subuh atau bukan, hal itu tidak masalah karena setiap hal yang baik yang tidak bertentangan dengan Quran dan Sunnah itu termasuk bid’ah hasanah. Sebagaimana dalam Kitab Ianatut Thalibin 1/230
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ يُسَنُّ الأَذَان عِنْدَ دُخُولِ القَبْرِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ بِنِسْبَتِهِ قِيَاسًا لِخُرُوجِهِ مِنَ الدُنْيَا عَلَى دُخُولِهِ فِيْهَا. قَالَ إبنُ حَجَرٍ: وَرَدَدْتُهُ فِى شَرْحِ العُبَابِ، لَكِنْ إِذَا وَافَقَ إِنْزَالُهُ القَبْرَ أَذَانٌ خَفَّفَ عَنْهُ فِى السُّؤَالِ. إِعَانَةُ الطَّالِبِيْن جُزْ 1ص 230
“Ketahuilah bahwasanya adzan tidak disunnahkan ketika masuk kubur, berbeda dengan orang yang menishbatkan adzan karena meng-analogi-kan meninggal dunia dengan lahir ke dunia. Ibn Hajar berpendapat: “Saya menolak pendapat ini dalam kitab Syarah al‘ Ubab. Tetapi ketika jenazah diturunkan ke dalam kubur bersamaan dengan dikumandangkannya adzan maka jenazah tersebut diringankan dari pertanyaan kubur”.
Adzan untuk orang yang akan berangkat naik haji
(قوله: وخلف المسافر) أي ويسن الاذان والاقامة أيضا خلف المسافر، لورود حديث صحيح فيه. قال ع ش: أقول: وينبغي أن محل ذلك ما لم يكن سفر معصية, إعانة الطالبين الأول-268
Kalimat “menjelang berpergian bagi musafir” maksudya adalah disunnahkan adzan dan iqamah bagi seorang yang hendak berpergian berdasarkan hadits shahih Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibn Abi Syaibah: Sebaikya tempat adzan yang dimaksud itu dikejakan selama berpergian dan (ber-pergiannya) tidak bertujuan untuk maksiat.(I’anatut Thalibin 1/268)
Juga ada keterangan dari Kitab yang sama .(I’anatut Thalibin 1/267):
(فائدة) لم يؤذن بلال لاحد بعد النبي (ص) غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا. وقيل: إنه أذن لابي بكر إلى أن مات، ولم يؤذن لعمر.
Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali, yaitu ketika Umar bin Khaththab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya.
Tapi ada khabar lain bahwa:”Bilal mengumandangkan adzan pada wafatnya Abu Bakar as Shiddiq dan tidak adzan (ketika wafatnya) Umar bin Khaththab. . “